Selasa, 14 Juni 2016

Ziarah Makam Nabi Di Bumi Beribu Wali


ALHAMDULILLAH, tahun ini saya bisa mengikuti ziarah akbar yang diadakan Departemen Dakwah Asosiasi Mahasiswa Indonesia (AMI) Universitas Al-Ahgaff, Yaman. Ziarah yang memakan waktu dua hari ini, mengantarkan kami ke berbagai tempat. Mulai dari makam para nabi, makam keturunan Rasulullah Saw, juga makam Masyaekh yang ada di seluruh Provinsi Hadhramaut.

Tepat pukul 06.30 waktu Yaman pada hari Rabu lalu, kami berangkat dari Kota Tarim. Makam pertama yang kami ziarahi adalah makam Syekh Abdurrahman Bajalhaban yang letaknya kurang lebih 30 menit perjalanan darat dari Tarim.

Syekh Bajalhaban tak tahu bahwa dirinya waliyullah. Kehidupannya kerap diwarnai berbagai masalah. Salah satunya adalah tabiat istrinya yang selalu menguji kesabarannya. Karena sikap kasar sang istri, Syekh Bajalhaban bertekad untuk berkhalwat (bersepi-sepi sambil beribadah) di sebuah gua, untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di dalam gua itu sudah ada dua orang yang duluan berkhalwat.

Ketika waktu makan siang, salah satu dari mereka berdoa agar didatangkan makanan untuk mereka. Seketika itu juga datanglah makanan yang tidak diketahui dari mana asalnya. Melihat hal yang sangat mengagetkan itu, Syekh Bajalhaban bertanya, “Bagaimana kalian bisa melakukan hal seperti ini?”  Salah satu dari mereka menjawab, “Kami mendapatkan kemudahan seperti ini, berkat tawasul kami dengan seorang waliyullah lantaran kesabarannya dalam menghadapi istrinya.” Karena penasaran dengan sosok wali tersebut, Syekh kembali bertanya, “Siapa gerangan wali yang kalian ceritakan?”  “Ia adalah Syekh Abdurrahman Bajalhaban,” jawab orang yang berkhalwat tadi.

Betapa terkejutnya Syekh Bajalhaban ketika namanya disebut oleh kedua orang itu. Demikianlah sekilas kisah tentang gua yang kami kunjungi itu dan rekaman dialog spiritual antartiga orang alim yang pernah berkhalwat di situ.

Setalah itu kami menuju sebuah gubbah di Bait Bajubair. Di sini dimakamkan cikal bakal alawiyin. Di antaranya, Muhammad bin Alwi Al-Muktabir. Beliau terkenal dengan kefasihannya dalam berbicara dan juga dikenal memiliki kecerdasan yang luar biasa.

Kemudian kami ziarahi makam Al-Habib Alwi Al-Muktabir bin Ubaidillah di Taribeh. Keturunan beliaulah yang sekarang ini disebut sebagai Bani  Alawi atau Aal Alawi. Sebelumnya, sebutan alawiyin ditujukan kepada semua keturunan Ali bin Abi Thalib.
[Di makam Nabi Handhlah As]

Di sebelah barat Kota Bour, terdapat pusara salah satu nabi yang pernah diutus ke wilayah Hadhramaut. Handhalah bin Shafwan, nabi dari keluarga Alaqyun yang diutus kepada kaum Arrash. Nabi Handhalah as adalah satu dari sekian banyak nabi yang terlahir dalam keadaan telah dikhitan. Beberapa bukti yang menguatkan bahwa kaum Arrash pernah ada di Hadhramaut, termaktub dalam Alquran Surah Alfurqan ayat 38.  Banyak juga kitab yang menjelaskan tentang Nabi Handhalah as. Panjang pusara beliau mencapai 15 meter.

Sekitar 25 menit perjalanan dari makam Nabi Handhalah, dimakamkan Alhabib Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir. Beliau lahir di Basrah dan hijrah ke Hadhramaut bersama ayah dan keluarganya. Imam ini keramat atau miliki kesaktian. Beliau bisa menyembuhkan penyakit hanya dengan meletakkan tangannya di atas tubuh orang sakit.

Kemudian kami ke makam Imam Ahmad Almuhajir di Husaisah. “Almuhajir” menjadi julukan beliau kerena hijrahnya dari Basrah menuju Hadhramaut. Karena banyak fitnah dan banyak keturunan Rasulullah saw yang dibunuh pada masa itu, beliau mengambil keputusan untuk meninggalkan Kota Basrah demi menyelamatkan akidah serta keselamatan keluarga besar cucu Rasulullah saw.

Pukul 12.40, kami sudah berada di pemakaman Alhabib Abdurrahman Aljufri di Tariis. Kemudian kami lanjutkan perjalanan ke Hauthah. Di daerah ini dimakamkan Alhabib Ahmad Alhabsyi. Sang Habib sangat terkenal dengan kecerdasan dan juga ahli ibadah. Beliau sudah mengkhatamkan hafalan Alquran sejak kecil. Semenjak kecil beliau sudah larut dalam beribadah kepada Allah dengan berzikir dan melaksanakan shalat malam. Hal inilah yang membuat ayahandanya tumbuh rasa hormat kepada beliau semenjak dia kecil.

Selanjutnya kami menuju Kota Syibam. Di samping kota ini ada makam para aulia Allah. Di antaranya adalah makam Syekh Muhammad Abbad dan Syekh Basyarahil.

Karena sudah malam, kami pun beristirahat di Masyhad. Salah satu tempat yang akan kami ziarahi besoknya adalah makam Nabi Hadun as bin Nabi Hud as. Sungguh banyak makna yang kami peroleh dalam ziarah makam di negeri ribuan wali ini. Selain menjadi pengingat akan kematian, juga banyak suri teladan yang layak kita tiru dari mereka semasa hidupnya. 
___________
Tulisan ini sudah dimuatkan di koran Serambi Indonesia di kolom sitizen reporter, Cetakan 16 Oktober 2014.
Dikirim oleh Ezi Azwar Anzaruddin, Mahasiswa Al-Ahgaff asal Aceh.