Rabu, 07 September 2016

Hikmah Dari Poligami Rasulullah


 

Dalam menelusuri sirah nabi, setiap orang memiliki pemahaman dan pandangan yang berbeda. Sebagian orang yang tidak memiliki pengetahuan luas berpendapat, bahwa poligami Rasulullah adalah hal yang negatif. Padahal tujuan Rasulullah berpoligami bukanlah karena hasrat beliau kepada perempuan. 

Dari itu, dalam kesempatan ini kami ingin berbagi ilmu tentang hikmah-hikmah dibalik pernikahan Rasulullah yang lebih dari 4 orang istri. Hikmah-hikmah ini kami kutib dari kalam Ibnu Hajar Al-'Asqilani dalam karangannya.

Hikmah-hikmah di balik poligami Rasulullah diantaranya ada 10 hikmah, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqilani dalam kitabnya, yaitu:

1. Membantah tuduhan kafir musyrik yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang penyihir
Dengan banyaknya para istri, maka mereka bisa menjadi saksi atas kegiatan-kagiatan Nabi saat berada di dalam rumah. 

2. Memuliakan bangsa Arab.
Rasulullah adalah hamba Allah yang paling mulia di muka bumi. Siapa pun hamba Allah yang mempunyai hubungan dengan beliau maka dengan hubungan tersebut mereka akan menjadi mulia di sisi Allah. 

3. Membangkit persatuan bangsa Arab
Bangsa Arab dikelompokkan dalam beberapa kabilah. Masing-masing kabilah merasa lebih mulia dari kabilah yang lain. Mereka saling bermusuhan. Bahkan mereka akan saling berperang antar kabilah karena hal-hal sepele. Dengan adanya pernikahan Rasulullah dengan perempuan dari kabilah yang berbeda maka akan terjalin hubungan baik diantara kabilah-kabilah tersebut.

4. Menambah beban bagi Rasulullah dalam berdakwah
Dengan banyaknya istri maka akan lebih banyak pula kesibukan dan tanggung jawab beliau. Jika manusia biasa akan terganggu kegiatannya jika banyak istri, tidak dengan Rasulullah.

5. Menambah pendukung dan pembela dalam menyebarkan agama
Karena pernikan tersebut Rasulullah  memiliki banyak saudara dari pihak istrinya. Yang mana mereka akan menjadi pendukung dan pembela dalam menyebarkan agama Islam.

6. Agar bisa menyampaikan hukum-hukum syari’at kepada kaum perempuan yang tidak bisa diketahui oleh kaum pria. Karena banyak hukum-hukum syari'at yang khusus bagi para perempuan. Dengan banyaknya para istri maka Rasulullah akan lebih banyak mengetahui problematika yang dimiliki oleh istrinya masing masing.

7. Menampakkan keindahan akhlak Nabi yang begitu humanis. Nabi menikahi Ummu Habibah (Ramlah binti Sufyan) padahal ayahnya sangat benci kepada beliau. Dan menikahi Shafiah sesudah meninggal ayahnya, paman dan suaminya. Jika beliau bukan orang yang memiliki akhlak yang paling sempurna, niscaya mereka (istri-istri Rasulullah) akan membencinya. Akan tetapi kenyataanya beliau sangat dicintai oleh mereka semua, melebihi cinta mereka kepada keluarga mereka sendiri.

8. Menampakan bahwa Rasulullah tidak seperti realita orang biasa. Beliau banyak melakukan hubungan suami-istri padahal makan dan minun beliau sangat sedikit, dan beliau juga banyak berpuasa wishal[1]. Padahal, beliau memerintahkan kepada umatnya yang tidak memiliki biaya nikah agar berpuasa. Karena dengan berpuasa akan mengurangi syahwat. Akan tetapi, hukum adat semacam ini tidak berlaku kepada Baginda Nabi Saw.

9. Menjaga dan melindungi para istri-istrinya.

10. Menunaikan hak-hak semua istrinya.
______

[1] Puasa wishal adalah puasa yang buka dan sahurnya dilakukan hanya satu kali makan (sekali makan untuk buka dan sahur sekaligus).

_______

Penulis : Tgk. Ezi Azwar B.Sc, Alumni Al-Ahgaff, Hadhramaut, Yaman. Dewan guru dayah Ummul Ayman 2 dan STIS Ummul Ayman 3, Pidie Jaya.

Jumat, 02 September 2016

Makna Ummahatul Mukminin



 ---------------

            Allah Swt memberikan gelar istri-istri Rasulullah Saw dengan sebutan “Ummahatul Mukminin” (ibu orang-orang mukmin), sebagaimana telah disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya :

النَّبِيُّ أَوْلى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْواجُهُ أُمَّهاتُهُمْ وَأُولُوا الْأَرْحامِ بَعْضُهُمْ أَوْلى بِبَعْضٍ فِي كِتابِ اللَّهِ [الأحزاب : 6 ]
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah. (QS. al-Ahzab : 6)

            Kalimat Ummahatul Mukminin yang disematkan kepada istri-istri Rasul Saw, tidak memiliki makna yang plural sehingga mereka (orang mukmin) diperbolehkan untuk berbaur dengan isteri-isteri Nabi Saw. Hal ini ditandaskan oleh Imam As-Syafi’i bahwa, “Penafsiran ayat "وأزواجه أمهاتهم" (dan isteri-isterinya adalah ibu bagi mereka) tidak berlaku secara mutlak. Penjelasannya, mereka tidak boleh menikahi isteri-isteri Nabi pada kondisi apapun (sama seperti hukum menikahi ibu kandung mereka). Dan tidak haram (boleh) bagi mereka menikahi anak perempuan yang terlahir dari isteri-isteri Nabi Saw (tidak seperti keharaman menikahi anak perempuan yang terlahir dari ibu kandung atau ibu yang menyusui mereka)”.
_________ 


Tulisan ini saya kutip dari buku "Mutiara Rasul", buku terjemahan dari kitab "Azwajur Rasul" karangan Dr. Alwi yang diterjemahkan oleh Ezi Azwar Anzaruddin.