Senin, 11 Juli 2016

Suasana Lebaran Idul Fitri Di Tarim Bagaikan Ramadhan

 
KETIKA Hari Raya tiba, semua ummat islam di belahan dunia melaksanakan beragam macam acara untuk memeriahkan hari kemenangan ini. Dari acara saling berjabat tangan dan saling memaafkan, hingga mengunjungi dan bersilaturahmi dengan sanak saudara yang dekat maupun yang jauh.

Tapi lain lagi halnya dengan Tarim, kota yang dinobatkan sebagai “Kota Ilmu dan Kebudayaan” oleh ISESCO. Tarim memiliki banyak keunikan yang tidak dimiliki kota-kota di negara lain, terutama saat melaksanakan even-even keagamaan.

Saat bulan Syawal seperti sekarang ini, misalnya, suasana Ramdahan masih terasa begitu kental di Tarim. Pada saat daerah lain sedang sibuk melaksankan berbagai macam kegiatan yang menandai Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Tarim justru sibuk dan larut dalam ibadah. Warga Tarim masih melaksanakan ibadah puasa tak ubahnya sebagaimana yang mereka lakukan saat Ramadhan.

Hanya hari Lebaran pertama saja yang terlihat seperti Lebaran pada umumnya. Hari Raya Iidul Fitri di Tarim juga jatuh pada hari Rabu, 6 Juli seperti di Indonesia. Tapi sejak tanggal 2 Syawal, masyarakat Tarim kembali melaksanakan puasa sunah (puasa enam) secara serentak hingga tujuh Syawal. Karena hampir semua orang melaksanakan puasa enam berbarengan, hal ini menjadikan suasana Lebaran di Kota Tarim kembali seperti suasana saat bulan Ramadhan.

Baik di siang hari maupun malam hari, suasana di Tarim tak ubah dengan suasana saat Ramadhan, hanya saja tidak ada lagi shalat Tarawih pada malamnya. Masjid-masjid masih dipenuhi oleh jamaah yang melaksankan iktikaf sambil membaca Alquran.

Agenda bulan Syawal juga tidak jauh beda dengan agenda masyarakat Tarim di bulan Ramadhan. Di beberapa Masjid Tarim juga masih melaksanakan acara khatam Alquran, buka puasa bersama, dan lainnya, sebagaimana yang dilaksanakan saat bulan Ramadhan.

Kenapa begitu? Bukankah hari Lebaran itu hari kemenangan dan untuk bersenang-senang? Ya, Lebaran adalah hari kemenangan dan bersenang-senang. Tapi bagi masyarakat Tarim, kemenangan itu adalah saat mereka masih bisa melaksankan ibadah seperti biasa. Dan saat mereka melaksanakan ibadah, itulah saat mereka bersenang-senang, yakni bersenang-senang dengan ibadahnya.

Setelah puasa enam dilaksanakan, tepatnya tanggal 8 Syawal, barulah acara open house dilaksanakan di berbagai kediaman tokoh-tokoh masyarakat Tarim. Sesuai namanya, open house ini terbuka untuk semua orang, baik orang Tarim maupun luar Tarim diperbolehkan untuk hadir. Di acara open house seperti ini kita bisa berjumpa dan bersalaman dengan para ulama yang juga ikut hadir.

Open house di Tarim juga berbeda dengan open house di tempat-tempat lain. Jika open house pada umumnya identik dengan berbagai macam makanan enak atau pembagian tunjangan hari raya (THR) atau salam tempel, tapi open house di Tarim justru diwarnai dengan zikir, selawat, dan doa berjamaah, kemudian ditutup dengan saling bersalaman. Pastinya, jadwal open house untuk kaum Adam dan Hawa tidak dilaksanakan bersamaan waktu dan tempatnya.

Acara open house seperti ini sudah menjadi adat tahunan di Tarim. Jadwalnya pun sudah ditetapkan secara permanen untuk setiap tahun. Jadwal ini tidak akan diubah kecuali ada beberapa hal yang mengharuskannya. Open house yang biasa dilaksanakan di Tarim antara lain oleh keluarga Bin Hafidh di rumah Al-‘Alamah Habib Umar bin Hafidh, open house keluarga Balfaqih di rumah Munshib Aal Balfaqih, open house Aal Hamid di rumah Munshib Aal Hamid, dan open house Aal bin Syihab di rumah Habib Adullah bin Syihab. Demikianlah ketentuannya.

Inilah sekilas suasana Hari Raya Idul Fitri di Kota Sejuta Wali, Tarim, Hadhramaut, Yaman. Seulamat Uroe Raya Idul Fitri 1437 H, Saudara lon di Aceh. Mohon meuah lahe ngon baten.
________
Reporter : Ezi Azwar Anzaruddin, mahasiswa Univ. Al-Ahgaff asal Aceh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar